
Setengah Populasi Indonesia Alami Overthinking, Wanita Lebih Rentan!
LIPUTAN6.com, Jakarta – Sebuah studi baru -baru ini oleh San Holiday Center (HCC) mengungkapkan fakta yang mengejutkan. Setengah dari populasi Indonesia, atau sekitar 50 persen, pengalaman atau pemikiran berlebihan. Penelitian yang dipimpin oleh Dr. Ray Wagu Basrowi melibatkan 1.061 responden dari 29 provinsi dan diimplementasikan selama Januari hingga Februari 2025.
Lebih mengganggu, wanita dengan usia produktif dan mereka yang menganggur atau hanya kehilangan pekerjaan, memiliki risiko lebih tinggi untuk mengecewakan. Pemikiran berlebihan ini dapat memiliki efek negatif pada kesehatan mental, terutama jika tidak diberikan dengan benar. Apa efek dari terlalu keterlaluan?
Hasil penelitian menunjukkan bahwa 30 persen dari mereka yang disurvei mengalami ketenaran, yaitu kebiasaan terus memikirkan peristiwa negatif akhir -akhir ini tanpa solusi. Sementara itu, hanya 19 persen dari mereka yang disurvei memiliki pola pikir reflektif yang lebih sehat.
Menurut Dr. Ray Wagu Basrowi, pembalikan bukan hanya pola pikir negatif, tetapi masalah besar dengan efek psikologis yang luas.
Penelitian HCC mengidentifikasi beberapa faktor utama yang berkontribusi pada peningkatan kasus terbalik di Indonesia. Misalnya, pertumbuhan harga kelompok meningkatkan risiko terbalik menjadi dua kali lipat.
Biaya medis yang mahal juga merupakan knalpot, yang meningkatkan risiko 2,2 kali. Faktanya, informasi politik yang membingungkan berkontribusi, dengan peningkatan risiko hingga 1,8 kali.
Faktor kesehatan, seperti berita penyakit baru dan risiko wabah, juga merupakan pembalik dominan untuk pembalikan.
“Penelitian ini juga menemukan bahwa wanita lebih rentan jatuh daripada pria, dengan risiko ganda yang lebih tinggi,” katanya.
Selain itu, ia berkata, “Ini benar -benar diperburuk dengan beban ganda dan peran ganda sebagai wanita yang harus menjadi istri, ibu rumah tangga dan juga pekerja. Jadi ketika wanita adalah usia produktif yang kehilangan pekerja, misalnya karena PHK, risiko.
Kondisi ekonomi yang tidak stabil dan informasi yang membingungkan jelas memiliki dampak besar pada kesehatan mental masyarakat. Beban ganda yang dibawa wanita juga merupakan faktor penting yang perlu diperhatikan.
Efek keterlaluan tidak hanya terbatas pada kesehatan mental, tetapi juga mempengaruhi produktivitas dan kualitas hidup. Mereka yang sering mengalami pola pikir negatif yang berulang cenderung lebih mudah mengalami stres, kecemasan, dan bahkan depresi. Ini diperlukan upaya meringankan yang luas.
Para peneliti merekomendasikan agar pembalikan digunakan sebagai indikator sosial dan kesehatan dalam kebijakan publik.
Peningkatan alfabetisasi kesehatan mental dan pemberian informasi politik yang lebih humanistik juga sangat penting.
Pemerintah harus memastikan stabilitas sosiopolitik dan ekonomi untuk mengurangi kekhawatiran dan kepedulian yang berlebihan dalam masyarakat.
HCC juga merekomendasikan agar pemikiran, termasuk pemikiran negatif yang berulang dan dibatalkan, menjadi variabel dalam perumusan kebijakan publik.
Studi dengan skala yang lebih besar juga harus dilakukan untuk mendapatkan gambaran lengkap pola pikir orang Indonesia.
Kemenangan terbalik membutuhkan akses dengan lebih banyak kontrol dan kewajiban umum untuk menciptakan lingkungan yang lebih mendukung bagi kesehatan mental masyarakat.
Akhirnya, pembalikan adalah masalah serius yang membutuhkan perhatian besar dari berbagai pihak.
Ketika kita memahami faktor -faktor penyebab dan dampaknya, kita dapat mengembangkan strategi yang efektif untuk mengurangi yang dikendalikan di Indonesia dan meningkatkan kesehatan mental masyarakat secara keseluruhan.